Thursday, April 2, 2015

CURUG CILENGKANG (PESONA GUNUNG MANGLAYANG)

Gunung Manglayang yang terletak di Kabupaten Bandung sebelah timur yang tidak jauh dari tempat tinggal saya ternyata menyimpan pesona alam indah berupa beberapa air terjun. Di kawasan tersebut terdapat enam buah air terjun (curug) yaitu: Curug Batu Peti, Curug Papak, Curug Panganten, Curug Kacapi,  Curug Leknan (Cilengkrang) dan curug Dampit.  Meskipun dari curug pertama ke curug terakhir berjarak 3 km, tapi dari curug satu ke curug berikutnya tidak berjauhan jaraknya.

Sabtu pagi 4 April 2015 saya berangkat bersama tiga orang teman saya untuk langsung menuju Curug Cilengkrang. Tidak banyak persiapan, karena jarak yang tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal saya di Jatinangor. tidak sulut mencari jalan menuju Curug Cilengkrang karena sudah banyak petunjuk jalan menuju tempat wisata itu. Jika idak membawa kendaraan sendiri dapat naik ojeg dengan ongkos Rp 15.000 - 20.000 hingga gerbang kawasan wisata. Tiket masuk seharga Rp 5.000 per orang dan jika membawa motor akan dikenakan biaya masuk Rp. 12.000 per orang. Kawasan ini dikelola oleh Perhutani KPH Unit 3 Bandung Utara dan masyarakat setempat.

Tidak jauh dari gerbang iket, sekitar 500 m  sampailah kami di Curug pertama yaitu Curug Batu Peti. Curug Batu Peti, demikian dinamakan konon adalah peti tempat perkakas Sangkuriang untuk membuat perahu. Memang rangkaian gunung atau bukit di Bandung Utara banyak terpaut dengan legenda Sangkuriang. Dari curug ini untuk menuju Curug Papak lebih indah dan dekat menyusuri sungai dari pada naik tebing, maka kami memilih untuk menyusuri sungai karena selain lebih dekat, banyak spot yang menarik untuk diabadikan gambarnya. Beruntung kami datang ke sini saat debit air tidak kecil namun tidak juga besar.

Curug bateu Peti (Foto oleh Adhisa D.Putra)
Kami melanjutkan perjalanan sambil menginjak-injak badan sungai yang indah untuk sampai ke curug berikutnya yaitu Curug Papak. Papak dalam Bahasa Sunda artinya datar atau rata. Bagian puncak curug ternyata memang batu yang datar sehingga nama itu menjadi pantas baginya. 

Curug Papak (Foto oleh Yoga Triaji)
Setelah Curug Papak, kami terus menelusuri sungai dan sampailah di Curug panganten. Lagi-lagi penamaan curugnya diambil dari batu yang ada di sana. ternyata ada batu yang mirip dengan kursi pelaminan. maka dinamailah curug Panganten. Sesampainya di Curug Panganten kami pun tidak melewatkan moment untuk mengabadikan beberapa gambar di sini.

Curug Panganten (Foto oleh Adhisa D.Putra)
Jalan setapak berbelok ke atas tebing yang terjal dan mudah longsor, sebaiknya jangan pilih jalur ini, tetapi memilih turun ke dasar sungai karena sungainya bukan sungai yang lebar dan dalam, ini jalan terpendek menuju Curug Kacapi.

Curug Kacapi (Foto oleh Adhisa D.Putra)
Dalam perjalanan menyusuri sungai ke arah Curug Kacapi kita akan tersiram air yang menetes dari akar-akar pohon di sebelah kanan atau kiri tebing sungai. Kemudian setelah berbelok ke kanan tampaklah Curug Kacapi yang tingginya 10 meter atau lebih. Karena cukup tinggi, pengunjung menyangka penjelajahan hanya berhenti di air terjun ini. Padahal, jika kita sedikit bersusah payah memanjat lereng tegak yang licin, kita akan mendapatkan air terjun terakhir, yaitu Curug Dampit, yang merupakan dinding tegak Gunung Manglayang. Curug Dampit merupakan curug yang berdampingan di tebing Manglayang. Tingginya bisa mencapai 200 meter. Inilah dinding mahkota yang diperkirakan bidang gelinciran longsoran raksasa Gunung Manglayang.

Curug Dampit (Foto oleh Rijal Jauhari)
Curug Dampit sebelah kanan (Foto oleh Rifky Anzar)
Setelah kami puas dengan melihat curug-curug di Manglayang, kami pun turun kembali dan menikmati makan siang di dekat pos 1 dan menyantapnya dengan lahap. Maklum kami lahap, mungkin kami lelah. hehe. Sekian jalan-jalan menyusuri curug-curug di Gunung Manglayang. Bagi Anda yang ingin berkunjung, diharapkan membawa perbekalan dan persiapan yang matang, karena selain banyak jalan yang terjal dan curam, banyak juga tumbuhan yang berbahaya dan membuat gatal. so, hati-hati.

0 komentar:

Post a Comment